Mengapa pembuatan kaos bergambar dengan teknik DTG yang
sudah berlangsung relatif lama, sekitar 7 tahun, kok perkembangannya seperti
jalan di tempat? Kenapa kok kaos hasil dari DTG cenderung mahal dan harus
dijual secara segmented di tempat-tempat khusus yang menjadi jujugan
orang-orang berduit dan pemerhati karya seni bernilai tinggi? Apa karena di
tempat-tempat itu mereka bisa menjual kaos bergambarnya dengan harga mahal, dan
sudah tentu dibarter dengan desain-desain unik dan kreatif? Bukti empiris yang
saya dapatkan dari para pelaku cetak DTG sebagian besar beralasan stagnannya
pasar cetak DTG adalah sebagai berikut: harga tinta yang menjadi modal utama masih
mahal, terutama tinta putih yang harganya mendekati Rp 400 ribu per 100 ml.
Wuikhhh....Ini jenis tinta paling mahal
sedunia. Alasan berikutnya bersifat estetik, yaitu image yang menempel
di kaos biarpun sudah colourful tapi terkesan biasa-biasa saja, standar banget.
Bandingkan dengan kaos-kaos bergambar yang dihasilkan dari sablon konvensional,
teknis dan jenis tinta yang digunakan sedemikian banyak dan mengagumkan. Alasan
lainnya adalah terkait alasan teknis print head dari printer. Harus disadari, tinta DTG ini betapapun
sangat tidak ramah untuk head printer Epson, apalagi kalau head bawaannya
adalah untuk tinta dye yang berbasis murni air. Bahkan print head yang khusus untuk
tinta pigment pun (tinta Durabrite) juga sering bermasalah dengan tinta DTG
ini. Apa sebabnya? Tidak lain karena tinta DTG ini biarpun termasuk tinta pigment,
tapi beberapa zat additifnya bersifat
korosif dan sangat kental sehingga mudah menyumbat nozzle head printer. So,
seringkali mereka harus buang tinta cuma-cuma untuk melakukan proses cleaning
karena hasil print putus-putus. Bisa dibayangkan kalau hasil cetaknya yang
putus-putus itu sudah di atas kaos. Kerugiannya pasti bertambah. Jika proses
cleaning tidak membantu mengatasi buntunya nozzle, maka terpaksa harus beli
print head baru. Hal ini mengakibatkan, terhentinya produksi, dan pengeluaran
yang lumayan besar. Belum sampai printer
DTG tersebut untuk memproduksi kaos dalam jumlah kuantitas tertentu, tinta
sudah habis karena cleaning terus menerus atau print head rusak.
So, banyak pelaku cetak DTG yang mengaku rugi karena ongkos
produksinya sangat mahal sementara harga jual kaos harus mempertimbangkan
kekuatan pasar. Yang lebih runyam lagi bila pelaku DTG itu kurang paham dengan
trouble shooting printer, bisa jadi mesin DTG itu akan jadi bangkai. Tanpa
dimodifikasi saja dan bahkan masih menggunakan tinta dye yang ada di pasaran,
mesin printer sering mengalami masalah, apalagi sudah dimodifikasi dan
menggunakan Tinta DTG yang sangat tidak ramah untuk printer headnya. Mau direparasi?
Susah Bro, yang jualan printer DTG itu letaknya nun jauh di kota-kota besar di
pulau Jawa, sementara penggunanya berada di pelosok daerah. Bentuk fisiknya
yang besar menjadi kendala berikutnya untuk dibawa kesana-kemari. Ini fakta,
banyak mesin DTG yang jadi bangkai dan terbengkalai setelah beberapa bulan
diopersikan. Kalau sudah begini jangan bilang untung Bro, pasti buntung lah...
Mohon maaf untuk juragan penjual mesin printer DTG, ini adalah fakta di lapangan.
Sepertinya solusi jitunya sebelum barang dagangan Agan dijual, pastikan
kustomer mendapat pelatihan yang intensif, terutama untuk trouble shootingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Jangan lupa berkomentar ya......