DROPDOWN MENU

Gadget Text

MAAF, TOKO TUTUP !!!

TERTARIK? SILAHKAN KLIK LINK 1 (STIKER TIMBUL), LINK 2 (PRINT DI VINYL/MIKA) DAN LINK 3 (CETAK KAOS DIGITAL)
INFO DAN KONSULTASI HUBUNGI 082139434212

SERBA-SERBI MENCETAK KAOS DIGITAL


      A. SELAYANG PANDANG CETAK KAOS BERGAMBAR



Ada banyak cara mempaste atau menempelkan image ke kaos untuk memproduksi kaos bergambar, mulai dari cara yang paling jadul dengan membuat stencil (kertas yang ditoreh dengan pisau cutter lalu cat diaplikasikan dengan spon, kain majun atau kuas lewat lubang kertas hasil torehan tersebut), sampai dengan era sekarang yang ditandai dengan pemanfaatan secara masif mesin-mesin berbasiskan komputer dan digital printer. Sebagian pelaku pasar mungkin setuju dengan saya, era modern tersebut mencapai kejayaannya dengan ditemukannya mesin printer modifikasi yang dikenal secara luas dengan DTG, Direct To Garment (Langsung Ke Kain). Dengan printer DTG ini kita bisa langsung mencetak ke permukaan kaos, tanpa lewat media lain terlebih dahulu, seperti kertas transfer atau bahan printable polyflex (polyflex yang bisa dicetak). DTG adalah mesin printer yang sudah dimodifikasi, umumnya berasal dari printer bermerk Epson, karena printer inilah satu-satunya yang sistem print headnya compatible dengan beragam jenis tinta, mulai jenis tinta dye, tinta pigment standar sekelas durabrite untuk cetak photo yang tahan air dan tahan cuaca, tinta pigment dengan tambahan zat additif sublim (tinta sublim) yang tintanya bisa berpindah ke kaos melalui pemanasan, tinta pigment dengan tambahan zat additif cepat kering (tinta art-paper) yang bisa digunakan untuk media art paper yang biasanya digunakan untuk cetak offset yang permukaannya halus dan licin, dan terbaru adalah tinta pigment dengan zat additif polymer (tinta DTG) yang bisa menempel dengan baik di atas permukaan kaos.
Printer DTG dianggap penemuan yang paling innovatif, karena dengan printer inilah produsen kaos bisa memiliki mesin berharga murah, di bawah Rp 20 juta bahkan jika membuat sendiri harga bisa di kisaran separuhnya. Printer ini bisa digunakan untuk memproduksi beragam desain kaos secara cepat, tanpa minimal order, so bisa untuk melayani pesanan satuan; tidak perlu lagi bersusah payah seperti sablon manual yang harus menyiapkan klise, mengafdruk di atas permukaan kain screen dan berurusan dengan banyak tinta. Dengan tambahan tinta uniknya yang berwarna putih, maka mencetak kaos di atas kaos berwarna dasar gelap tidak lagi menjadi persoalan.  Dan untuk memanfaatkan tinta putih tersebut sudah tersedia perangkat lunak RIP yang bisa dipakai untuk mengakali printer. Oya tinta putih ini hanya bisa digunakan pada printer dengan minimal 6 kartrid, dimana kartrid untuk light cyan dan light magenta diisi dengan tinta putih. Mungkin sampai saaat tulisan ini dibuat, teknologi DTG adalah puncak pencapaian dari pemanfaatan mesin modifikasi yang ramah kantong, untuk memproduksi kaos bergambar dengan cara yang revolusioner dan inovatif. Tapi tentu saja kedepan penemuan mesin-mesin atau modifikasi mesin untuk memproduksi kaos bergambar dengan kualitas bagus dan inovatif masih akan terus terjadi. Belakangan sebagian produsen printer DTG memperluas pemakaiannya dan melabeli mesinnya dengan Flatbed Printer, sehingga tidak hanya untuk mencetak kaos saja, tapi bisa untuk mencetak keramik, topi, mug, piring, dll. Dalam tulisan ini jika saya menyebut printer DTG, maka printer flatbed masuk di dalamnya.
Tapi seperti pepatah bilang, the need is the mother of the invention and satisfaction is the mother of further invention; kebutuhan adalah induk dari penemuan dan kepuasan adalah induk dari penemuan lebih lanjut. Ketika hasil dari suatu produksi masih menyisakan celah kekecewaan, maka terbuka ruang untuk menemukan cara yang lebih baik untuk menciptakan sesuatu guna menyempurnakannya sampai mendapatkan kepuasan yang optimal. Dan ingat kepuasan itu bersifat subyektif, sehingga untuk memenuhi kepuasan kustomer segala cara harus ditempuh. Yah, jelas sekali DTG dengan segala keunggulannya masih dianggap kurang memuaskan bagi sebagian produsen kaos bergambar, dan karenanya sampai sekarang kaos yang dihasilkan dari cetak DTG masih sebatas dijumpai di tempat-tempat ekslusif seperti di distro dan konter-konter khusus di mall. Di Bali saja yang ditahbiskan sebagai pasar terbesar penjualan kaos bergambar di Indonesia, nyaris tidak kita jumpai kaos bergambar yang dicetak dengan teknik DTG. Benar sekali. Penulis yang sering berkunjung ke sana, terakhir Juli 2015,  dan sering melongok tempat penjualan dari dua produsen raksasa kaos bergambar di sana, yaitu Joger dan Krisna, keduanya hanya memproduksi kaos bergambar dengan teknik sablon manual saja dan celakanya kaos berkualitas paling tinggi yang saya jumpai disana, dicetak dengan tinta plastisol saja, itupun kebanyakan tinta blok dan jarang yang CS (colour separation). Sementara yang berharga murah, yang banyak dijual di pasar-pasar tradisional yang diburu pelancong untuk dibeli sebagai oleh-oleh, dicetak dengan pasta biasa yang murah meriah. Parah sekali, kedua produsen tersebut bermain aman, tidak ada niatan untuk mengedukasi pasar dengan menciptakan kaos bergambar dengan teknik terkini yang inovatif. Untuk soal kualitas, sepertinya kota Batu, tempat wisata paling ramai dan terkenal di Jawa Timur, layak diacungi jempol. Pasar-pasar wisatanya banyak menjual kaos bergambar dengan desain dan teknik paling inovatif. Bagi para pemburu dan produsen kaos unik dan inovatif ke sanalah Anda mesti mengupdate pengetahuan Anda. Untuk kota-kota lain di Indonesia yang juga banyak dibanjiri wisatawan, seperti Jogjakarta (yang katanya kota pelajar dan tempat berkumpulnya para pegiat seni) dan Bandung (yang katanya kota kreatif dan tempat lahirnya distro), kayaknya ke dua kota ini tidak peduli lagi dengan inovasi dan kualitas, dan menghamba pada selera pasar yang rendah. Di kedua kota ini, di seluruh penjuru bagiannya, banyak kita jumpai toko-toko dan juga pedagang asongan yang menjajakan kaos bergambar dengan kualitas rendah, dan rata-rata berharga di bawah Rp 20 ribuan. Hadeh murah bingitttss..... Bandingkan dengan di Joger dan Krisna di Bali yang produknya diproteksi dengan hanya dijual di tokonya sendiri, harga kaos paling murah Rp 40 ribu. Hoiii, mana bisa bicara kualitas kalau harganya cuma segitu.  Yah...gitu deh.... Mekanisme pasar retail dengan harga grosiran untuk menghasilkan kaos oleh-oleh yang murah meriah telah menjajah pekerja seni kaos bergambar di ke dua kota tersebut. Sebagai acuan tempat kulakan kaos murah meriah di Surabaya, terutama di Pasar Kapasan dan juga sebagian lagi di PGS, dua pasar yang merupakan sentra penjualan kaos bergambar yang banyak dikulak oleh para pedagang terutama dari kota-kota lain di Jawa Timur dan Indonesia Timur, modal kaos polos dengan kualitas low saja jika beli banyak jatuhnya antara Rp 8 ribu – Rp 15 ribu, bayar tukang sablon dengar-dengar cuma sekitaran Rp 200 – Rp 500 per potong, keuntungan si Bos sekitar Rp 1.000 – Rp 2.000, sisa keuntungannya dibagi ke pengepul (toko) dan penjual akhir.

B. KENDALA CETAK KAOS TEKNIK SABLON MANUAL



         Kita harus akui bahwa teknik cetak kaos bergambar yang paling lengkap adalah sablon manual. Ini tidak mengherankan karena evolusinya yang sudah berlangsung sedemikian lama menghasilkan banyak ragam teknik, bahan utama, bahan pendukung, dan peralatan teknik yang terus menerus mengalami perbaikan dan penyempurnaan dari waktu ke waktu, sehingga wajarlah kalau sekarang bisa kita saksikan betapa kaya dan mengagumkannya ragam cetak yang dihasilkan dari teknik ini. Dan harus pula diakui pembuatan kaos dengan sablon manual harganya bisa sangat murah sekali, dikarenakan bahan dan alat-alat pendukungnya diproduksi oleh pabrikan internasional yang memasok pasar dalam skala luas di seluruh dunia, dan pembelinya sudah eksis dalam rentang waktu yang sudah sangat lama, sehingga tidaklah mengherankan bila harga bahan-bahan dan peralatan pendukungnya bisa dijual dengan harga sangat murah. Itulah alasannya mengapa beberapa produsen kaos bergambar yang sudah menguasai pasar tidak mau beranjak dari menggunakan cara ini. Ya teori ekonomi berbicara, dengan modal seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil seoptimal mungkin.
Produsen kaos yang berada di daerah yang banyak dikunjungi wisatawan, kadang cukup bermodalkan beberapa desain kaos saja yang semuannya sudah lengkap tahap persiapan pra-cetaknya, sehingga setiap hari mereka hanya memproduksi desain-desain kaos bergambar yang itu-itu saja, yang sudah mereka miliki dan hampir semuanya di serap oleh toko-toko pelanggannya yang memang dibanjiri wisatawan setiap harinya. Harga yang masuk akal (tidak murah dan juga tidak mahal) serta kualitas cetak yang bagus merupakan alasan utama dari sebagian besar produsen kaos untuk tetap bertahan dengan menggunakan teknik sablon manual ini. Tentu saja dalam kurun waktu tertentu mereka menambah koleksi desain grafisnya. Jika gambar tersebut tidak diterima pasar, maka desain kaos tersebut dihentikan dan produk gagal pasar tersebut dijual murah agar cepat laku dan tidak memenuhi gudang dengan barang yang tidak laku. Tetapi bila desain gambar tersebut diterima oleh pasar, maka desain tersebut akan mengalami cetak ulang terus menerus dan masuk ke dalam koleksi tetap untuk diproduksi secara rutin. Dan begitulah mekanisme produksi kaos bergambar yang umum ditemui di banyak produsen kaos terkemuka.
Kenapa mereka bisa bertahan dengan hanya mengandalkan koleksi desain yang tidak banyak? Ya dikarenakan pembelinya adalah wisatawan yang berbeda-beda setiap harinya, sehingga koleksi yang sama tersebut tetap saja bisa dijual manis. Sudah tercipta tren di kalangan masyarakat Indonesia, jika mereka berkunjung ke suatu tempat wisata, oleh-oleh yang paling populer untuk diburu sebagai sarana untuk mengabadikan kunjungannya adalah dalam bentuk kaos bergambar. Kaos adalah media yang paling umum, yang mudah untuk dipamerkan ke teman atau siapapun dan sebagai penanda tanpa perlu mengatakan secara langsung, bahwa mereka sudah pernah mengunjungi tempat wisata tersebut. Karenanya tidak mengherankan, ribuan wisatawan membanjiri tempat penjualan oleh-oleh terutama kaos. Di satu lokal saja item kaos yang terjual dalam sehari bisa ratusan, bahkan di hari libur bisa ribuan. Hmmm....suatu ceruk pasar yang menggiurkan dan layak dipertimbangkan oleh Anda yang memiliki skill desain grafis yang mumpuni, sedikit modal, keberanian untuk mengawali dan tekad untuk berkomitmen terus menerus meningkatkan kualitas. Sungguh bisnis ini senantiasa eksis dari waktu ke waktu.
Nah itu tadi adalah gambaran produksi kaos dengan teknik sablon manual yang banyak dijumpai di tempat-tempat yang dikunjungi para wisatawan. Lalu bagaimana jika Anda berada di tempat yang pembeli potensialnya bukanlah wisatawan alias pembelinya adalah orang-orang yang tempat domisilinya sama dengan Anda? Tentu saja jika koleksi Anda cuma itu-itu saja, sebagus apapun desain Anda maka lama kelamaan pembeli desain kaos tersebut akan berkurang. Solusinya Anda harus memperbanyak koleksi desain grafis unik secara terus menerus. Masalahnya Anda pasti akan capek jika desain yang sudah Anda buat dengan sangat susah payah hanya terjual dalam kuantitas yang tidak terlalu banyak. Sangat tidak mungkin kalau kita memproduksi dalam jumlah sedikit kaos dengan desain grafis yang rumit, banyak warna, dan ada efek khusus. Sangat tidak ekonomis, baik dari segi tenaga maupun biaya. Asal tahu saja, teknik sablon manual memerlukan persiapan pra-cetak yang panjang. Dimulai dari mendesain gambar, memecah warna, membuat klise untuk masing-masing warna, mengafdruk ke beberapa kain skrin, mencetak dengan beragam warna cat dan terkadang warna cat harus dioplos untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Jika jumlah kain skrin kita terbatas, ketika kita mau mencetak desain gambar baru, maka hasil afdruk yang sudah ada di kain skrin harus dihapus dulu. Dan begitulah mekanisme produksi yang sangat melelahkan. Maka jika kuantitas poduk yang Anda jual tidak banyak, teknik sablon manual sangat tidak direkomendasikan.

C. KENDALA CETAK KAOS DIGITAL TEKNIK DTG




Mengapa pembuatan kaos bergambar dengan teknik DTG yang sudah berlangsung relatif lama, sekitar 7 tahun, kok perkembangannya seperti jalan di tempat? Kenapa kok kaos hasil dari DTG cenderung mahal dan harus dijual secara segmented di tempat-tempat khusus yang menjadi jujugan orang-orang berduit dan pemerhati karya seni bernilai tinggi? Apa karena di tempat-tempat itu mereka bisa menjual kaos bergambarnya dengan harga mahal, dan sudah tentu dibarter dengan desain-desain unik dan kreatif? Bukti empiris yang saya dapatkan dari para pelaku cetak DTG sebagian besar beralasan stagnannya pasar cetak DTG adalah sebagai berikut: harga tinta yang menjadi modal utama masih mahal, terutama tinta putih yang harganya mendekati Rp 400 ribu per 100 ml. Wuikhhh....Ini jenis tinta paling mahal  sedunia. Alasan berikutnya bersifat estetik, yaitu image yang menempel di kaos biarpun sudah colourful tapi terkesan biasa-biasa saja, standar banget. Bandingkan dengan kaos-kaos bergambar yang dihasilkan dari sablon konvensional, teknis dan jenis tinta yang digunakan sedemikian banyak dan mengagumkan. Alasan lainnya adalah terkait alasan teknis print head dari printer.  Harus disadari, tinta DTG ini betapapun sangat tidak ramah untuk head printer Epson, apalagi kalau head bawaannya adalah untuk tinta dye yang berbasis murni air. Bahkan print head yang khusus untuk tinta pigment pun (tinta Durabrite) juga sering bermasalah dengan tinta DTG ini. Apa sebabnya? Tidak lain karena tinta DTG ini biarpun termasuk tinta pigment, tapi beberapa  zat additifnya bersifat korosif dan sangat kental sehingga mudah menyumbat nozzle head printer. So, seringkali mereka harus buang tinta cuma-cuma untuk melakukan proses cleaning karena hasil print putus-putus. Bisa dibayangkan kalau hasil cetaknya yang putus-putus itu sudah di atas kaos. Kerugiannya pasti bertambah. Jika proses cleaning tidak membantu mengatasi buntunya nozzle, maka terpaksa harus beli print head baru. Hal ini mengakibatkan, terhentinya produksi, dan pengeluaran yang lumayan besar.  Belum sampai printer DTG tersebut untuk memproduksi kaos dalam jumlah kuantitas tertentu, tinta sudah habis karena cleaning terus menerus atau print head rusak.
So, banyak pelaku cetak DTG yang mengaku rugi karena ongkos produksinya sangat mahal sementara harga jual kaos harus mempertimbangkan kekuatan pasar. Yang lebih runyam lagi bila pelaku DTG itu kurang paham dengan trouble shooting printer, bisa jadi mesin DTG itu akan jadi bangkai. Tanpa dimodifikasi saja dan bahkan masih menggunakan tinta dye yang ada di pasaran, mesin printer sering mengalami masalah, apalagi sudah dimodifikasi dan menggunakan Tinta DTG yang sangat tidak ramah untuk printer headnya. Mau direparasi? Susah Bro, yang jualan printer DTG itu letaknya nun jauh di kota-kota besar di pulau Jawa, sementara penggunanya berada di pelosok daerah. Bentuk fisiknya yang besar menjadi kendala berikutnya untuk dibawa kesana-kemari. Ini fakta, banyak mesin DTG yang jadi bangkai dan terbengkalai setelah beberapa bulan diopersikan. Kalau sudah begini jangan bilang untung Bro, pasti buntung lah... Mohon maaf untuk juragan penjual mesin printer DTG, ini adalah fakta di lapangan. Sepertinya solusi jitunya sebelum barang dagangan Agan dijual, pastikan kustomer mendapat pelatihan yang intensif, terutama untuk trouble shootingnya.

D. APA ITU T-SHIRT HEAT TRANSFER (POLYFLEX TRANSFER)?

Para netter yang budiman, dari beragam cara yang sudah saya sebutkan diatas, untuk meghasilkan kaos bergambar, para pelaku pasar pasti menyadari bahwa ada plus minus dari berbagai macam cara yang sudah saya sebutkan diatas. Ada cara yang menghasilkan gambar yang sedemikian mengagumkan tapi pembuatannya melewati berbagai tahap yang melelahkan dan cukup menguras uang di kantong hanya untuk bisa menghasilkan 1 jenis produk saja, sehingga sangat tidak menguntungkan jika diproduksi dalam jumlah sedikit karena costnya jatuhnya akan mahal sekali untuk per potong kaos. Masalahnya terkadang ada anomali pasar, design yang kita anggap sangat brillian dan inovatif yang kita banderol dengan harga sedikit diatas rata-rata sering tidak diterima pasar dengan antusias, sedangkan design yang biasa-biasa saja yang kita jual dengan harga standar pasar malah laris manis, tapi tidak lama kemudian design tersebut dibajak atau dikloning oleh kompetitor lain sehingga kita tidak sempat menikmati keuntungan yang optimal.
Kendala teknis dan pasar memaksa produsen kaos untuk berkreasi dengan cara seefektif dan seoptimal mungkin. Prinsip ekonomi berusaha secara minimalis untuk mendapat hasil yang optimal atau maksimal semakin kuat jadi pegangan. Para netter yang sudah sudi meluangkan waktu membaca blog ini pasti bertanya-tanya apa maksud dari tulisan saya ini. Yah, sebagai salah seorang pengamat dan penikmat design kaos unik dan kreatif, saya merasa tertantang untuk ikut serta memproduksi kaos-kaos tersebut. Tapi terus terang saja target saya bukan untuk memproduksi sendiri, tapi sekedar ikut urun rembuk tentang cara-cara memproduksi kaos unik dan kreatif tersebut. Berangkat dari hobi saya yang di bidang digital grafis dengan memanfaatkan printer, terutama bermerk Epson, saya berusaha keras menghasilkan kaos dengan kualitas grafis yang bagus, awet, harga terjangkau pasar umum, dan mudah di produksi untuk order satuan maupun partai. Mohon maaf, mungkin Anda akan segera mengernyitkan dahi tanda heran atau bahkan tidak setuju ketika yang saya tawarkan ternyata adalah bahan berbasiskan printable polyflex, atau polyflex yang bisa diprint. Anda pasti segera menyangkal, karena produk ini hanya untuk pasar segmented, terkesan elit, dan harganya di luar jangkauan pasar umum. Tenang Bro, saya akan buktikan bahwa sinyalemen Anda meleset alias salah total. Di bawah saya akan menerangkan panjang lebar alasan mengapa saya memilih membuat kaos  bergambar berbahan printable polyflex. Baca terus dengan sabar ya.... 
T-Shirt Heat Transfer (Cetak Kaos Transfer Panas) merupakan cara pembuatan kaos bergambar dengan mentransfer gambar yang sudah tercetak di suatu media ke kaos dengan menggunakan peralatan mesin heat press atau setrika. Media yang umum digunakan untuk mentransfer gambar sampai saat ini ada 4 jenis, yaitu:
- Transfer Paper.
- Sublimation-Paper Transfer.
- Sublimation-Flock Transfer.
- Polyflex Transfer.
Pada kesempatan ini saya hanya akan menjelaskan polyflex transfer saja karena 3 transfer yang lain ketahanannya kurang bagus, jadi bila digunakan untuk usaha akan sangat mengecewakan para kustomer yang akan membeli kaos bergambar produksi kita. Saya sendiri sudah pernah membuktikan fakta tersebut. Selain saya masih banyak pihak lain yang mengalami pengalaman yang sama, diantaranya ada link yang berasal dari pihak yang bisa dipercaya yang sudah berbaik hati menunjukkan kepada kita tentang ketahanan dari beberapa teknologi transfer, setelah kaos bergambar hasil produksi dari masing-masing teknologi yang berbeda diuji dengan cara dicuci dengan mesin cuci sebanyak 60 kali dan 160 kali. Hasilnya terbukti bahwa teknologi polyflex transfer lebih unggul dalam hal ketahanan pakai.  Klik LINK ini untuk melihat hasil pengujian tersebut.
Begitu luar biasa kehebatan produk polyflex ini terutama dalam hal kelenturan dan ketahanannya biarpun sudah dipakai dan dicuci sekian ratus kali, hingga raksasa perlengkapan pakaian olah raga terkemuka dunia seperti REEBOK,  ADIDAS, NIKE, dan raksasa jersey dunia lainnya terus menggunakan teknik ini sampai saat ini. Karenanya saya juga dengan bangga merekomendasikan untuk membuat kaos dengan printable polyflex dengan menggunakan teknologi polyflek transfer.

E. TRIK MENCETAK PRINTABLE POLYFLEX DENGAN PRINTER DESKTOP.


1. JENIS DAN MEREK POLYFLEX

Dari sekian banyak bahan polyflex yang beredar di Indonesia, ada banyak merek. Ada merek yang sudah bertahan cukup lama di Indonesi, dan masih banyak lagi produk-produk terutama yang berasal dari China, Taiwan, Japang, Korea, Jerman yang masuk ke  pasar. Sedangkan merek-merek yang merajai pasaran di Indonesia adalah Siser, Flesso, Rhinopolyflex. Beberapa keunggulan yang menjadikan Printable Polyflex layak saya rekomendasikan kepada Anda adalah sebagai berikut:
  • Biaya produksi yang relatif terjangkau dengan mutu sangat bagus.
  • Super tipis
  • Tingkat kelenturan yang sangat tinggi (super flexible).
  • Sangat lembut di sentuh pada hasil akhir yang sudah menempel di kain.
  • Daya tahan yang lama.
  • Cocok untuk berbagai jenis bahan seperti Katun, Ployester, Nylon, Lycra, Spandex, Kulit atau bahan dari serat alami maupun buatan.
  • Aplikasi yang luas baik untuk Fashion dan Industry Safety
  • Bisa dikombinasikan antara satu produk pabrikan satu dengan lainnya.
  • Dengan sedikit trik maut dari kami yang aman dan tidak ribet, bahan    Printable Polyflex bisa diaplikasikan dengan printer rumahan biasa, tidak harus dengan mesin digital plotter yang berharga ratusan juta rupiah, dan hanya menggunakan tinta art-paper saja, so tidak perlu menggunakan tinta eco-solvent yang malah bisa cepat merusak print head Anda.
  • Bisa dikerjakan dengan mesin heat press ataupun setrika pada suhu yang relatif rendah. Suhu yang direkomendasikan jika menggunakan mesin heat press adalah 180 derajat celcius, selama kurang lebih 10 detik. Jika menggunakan  setrika, setel knob pengatur suhu ke setelan kain katun (cotton), tunggu sampai mesin setrika mencapai puncak panas yang ditandai dengan bunyi klik dan lampu indikator mati, pres di atas Printable Polyflex yang di atasnya sudah diberi kertas atau plastik tahan api (teflon). Tekan secara kuat (yup harus kuat tekanannya) dan merata saat menyetrika gambar dan gerakkan setrika secara perlahan selama beberapa menit (ada banyak sisi yang harus disetrika dan masing-masing sisi sekitar 10 detik), semua sudut dan sisi gambar dipastikan disetrika rata, jika tidak hasilnya akan kurang maksimal. Setelah proses sertrika, langsung kelupas kertas dari permukaan kaos secara perlahan.

Berikut ini adalah gambar dari beberapa jenis dan merek polyflex yang umum kita temukan di pasaran cetak digitaldiIndonesia




Ada dua jenis utama produk polyflex di pasaran, yaitu printable dan non-printable. Yang non-printable tidak bisa diprint karena sudah memiliki warna sendiri yang beraneka ragam, sedangkan yang printable bisa diprint dengan menggunakan digital printer (wide format flat-bed printer or plotter) dengan tinta eco-solvent, seperti yang disarankan oleh pabrikannya. Saya yang sejak bertahun-tahun yang lalu tergila-gila dengan desain grafis digital, dan banyak menghabiskan waktu untuk mencipkan zat coating yang bisa diaplikasikan di berbagai macam media, merasa kesal sekali, karena terus menerus gagal memproduksi material coating yang pas untuk bahan polyflex. Saya sudah menyerah dengan usaha yang terus menerus gagal tersebut, dan bertekad menyimpan uang untuk membeli mesin impian tersebut. Tapi apa daya, setelah sekian waktu Tuhan nampaknya belum mengijabah keinginan saya tersebut. Akhirnya eksperimen lama terus saya lanjutkan tanpa kenal lelah, hingga pada suatu titik waktu, Allah memberikan pencerahan, saya mendapatkan sebuah trik yang benar-benar berhasil. It works 100 percent. Eureka!!! Alhamdulillah, Allahu Akbar. Terbayar sudah jerih payah tersebut.
Sejak saat itu saya secara kontinu membuat kaos bergambar dengan bahan printable polyflex sampai saat ini. Dan sampai saat ini pula, printer yang saya gunakan kondisinya fine fine saja, tentu saja dengan perawatan yang telaten. Akan tetapi lewat eksperimen yang kami lakukan bertahun-tahun dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit, kami akhirnya mampu menciptakan trik sederhana untuk mengakali bahan printable polyflex agar bisa diprint dengan printer Epson biasa dengan menggunakan tinta art-paper. Sungguh awalnya saya bertekad untuk menyimpan trik ini untuk saya sendiri, tapi saya merasa tidak nyaman lantaran kenapa saya menyimpan sesuatu yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk orang lain, terutama yang sangat membutuhkannya. Sekarang saya dengan bangga memberitahukannya kepada Anda, 100% free, dengan harapan Anda juga bisa melakukannya tanpa harus membeli mesin digital printer format lebar yang berharga lebih dari Rp 100 juta.
Ada memang cara lain, yaitu dengan melemparkan ke pihak lain, print shop,  yang memiliki digital printer dengan tinta eco-solvent tersebut. Tapi ada banyak kelemahan kalau Anda memutuskan dengan cara ini, yaitu desain yang Anda buat dengan susah payah bisa diambil pihak lain, dan alasan lainnya seperti Anda menggantungkan kualitas cetak pada pihak lain. Belum lagi kalau misalnya Anda ingin hasil cetak itu Anda olah lagi di mesin cutting, belum tentu mereka mau menginstal software bawaan dari mesin cutting Anda ketika melakukan proses pencetakan. Tanpa software tersebut, cetakan Anda tidak akan dikenali oleh mesin cutting Anda. Nah kebayang kan repotnya kalau tidak memiliki mesin printer sendiri.
Saya ingin sedikit trik dari saya ini benar-benar bermanfaat untuk Anda semua, baik itu hobbyist seperti saya ini, atau untuk siapapun yang bertujuan komersial, tidak masalah kok. Tujuan saya hanya beramal ilmu ke masyarakat luas. Saya sebagai penemu pertama (the first inventor), yang menemukan cara ini dengan susah payah, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun (beneran Bro!), dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit (sampai sekarang masih bertumpukan bahan kimia yang gagal saya produksi untuk memanipulasi cetak di atas bahan printable polyflex ini) ikhlas kok berbagi. Sungguh ini adalah trik yang benar-benar mahal dan menghasilkan produk yang nyaris sama dengan yang diproduksi menggunakan printer lebar berbahan tinta eco-solvent.
Bagimana dengan paparan saya yang sangat panjang lebar di atas? Saya paham tidak semua Anda tertarik, tidak mengapa karena memang trik ini hanya cocok bagi Anda yang ulet, tangguh dan telaten. Tapi ingat segala resiko bergantung kepada Anda semua. Resiko bisa diminalisir kalau Anda rajin merawat printer Anda dan tahu banyak dengan trouble shooting printer jika ada masalah. 

2. DAN INILAH  TERNYATA SOLUSINYA

Di atas sudah saya paparkan bagaimana saya mencoba beragam cara untuk memanipulasi agar printable polyflex bisa diprint dengan menggunakan printer Epson rumahan biasa, khususnya yang print-headnya cocok dengan tinta Durabrite. Mohon jangan gunakan trik ini jika printer Epson Anda print-head bawaannya untuk tinta dye, karena print head tersebut sangat rentan rusak jika menggunakan tinta art-paper ini, kecuali kalau Anda mau bersusah payah mengganti kartridgenya. Tinta Durabrite adalah tinta pigmen, dan tinta art-paper termasuk dalam kelompok tinta pigmen dengan tambahan additif khusus, sehingga tinta ini mampu menempel dengan baik di atas kertas yang permukaannya licin. Tapi tetap saja tidak semua media licin bisa digunakan dengan tinta art-paper ini.
Plastik mika, stiker vinyl, printable polyflex termasuk media yang tidak bisa dicetak dengan tinta art-paper. Tadinya saya fokus menciptakan campuran zat coating yang bisa menempel sempurna di printable polyflex, dan ketika nanti di press ke kaos bisa bertahan lama. Hasilnya amat sangat mengecewakan. Boleh dikatakan gagal total. Sudah banyak uang dan waktu terbuang. Tapi itulah, kegagalan memaksa saya berpikir terus mencari solusi. Akhirnya saya memutuskan tanpa menggunakan zat coating sama sekali.
Di sinilah saya mulai berkreasi. Ketika mencetak dengan tinta art-paper ke media licin yang tidak berpori seperti plastik mika, stiker vinyl, dan printable polyflex ini adalah hasil pasti yang akan anda dapatkan; TINTA MENEMPEL LUMAYAN BAIK DI MEDIA-MEDIA TERSEBUT, TETAPI HASIL CETAKNYA MELEBAR (MBLOBOR). Dan pastinya image yang tercetak seperti ini sama sekali tidak bisa dimanfaatkan. Ini sebenarnya biang kerok permasalahannya: tinta art-paper butuh waktu lebih lama untuk kering di media-media licin tidak berpori tersebut. Jadi ketika print-head menyemburkan tinta art-paper tersebut, belum kering sudah ditindih dengan semburan tinta berikutnya, dan akibatnya tentu saja hasil cetaknyanya akan melebar, alias mblobor. Itu saja masalahnya. Dan masalah lain, tinta art-paper tidak menempel sempurna, masih ada kemungkinan bisa terkelupas. Akhirnya saya sampai pada ide ini; bagaimana caranya agar tinta art-paper bisa kering seketika ketika disemburkan sehingga cetakannya nanti tidak melebar.
Akhirnya ketemu ide ini, LAMPU PEMANAS. Nah di sini saya mencoba-coba dengan menggunakan lampu yang menghasilkan panas optimal yang cukup untuk mengeringkan tinta art-paper tatkala disemburkan dari prin-head. Semua lampu yang menghasilkan panas sudah saya coba, dan hasilnya alhamdulillah memuaskan. Tapi dari sekian jenis lampu itu, saya suka dengan lampu infra-red yang biasa digunakan untuk terapi panas, yang sudah dilengkapi dengan tombol putar untuk mengatur tingkat cerah/terang/panasnya, bergantung pada jenis dan merek tinta art-paper yang gunakan. Kalau di kota Anda tidak ada, Anda bisa bikin sendiri kok. Untuk pengatur panasnya gunakan saja pengatur tingkat kecerahan/terang lampu yang banyak dijual di toko elektronik di kota Anda.
Maaf saya tidak menyertakan merek, karena intinya lampunya cukup panas gitu aja. Dan maaf juga jika saya tidak menyertakan gambar pemandunya. Anda cukup membayangkan pasti bisa kok. Yang penting, lampunya cukup panas, gunakan juga cap agar terang dan panas lampu bisa fokus, dan ada pengatur tingkat terang/cerah lampu. Itu saja. Arahkan lampu dari samping, bisa dari kiri atau kanan, awas jangan mengenai langsung ke nozzle print-head. Sesudah digunakan, ganti segera dengan kartridge yang sudah diisi dengan cairan pembersih dan lakukan proses cleaning agar nozzle print-head tetap dalam kondisi baik. Ingat jangan terlalu lama Anda menggunakan tinta art-paper, karena tinta jenis ini sangat tidak direkomendasikan oleh pabrikannya. Saya melakukan praktek ini dengan menggunakan printer Epson lama saya yang masih belum ada infusnya seperti yang sekarang banyak terdapat di pasaran. Nah jika printer Anda menggunakan infus pabrikan, trik ini perlu penyesuaian. Nah itu adalah PR Anda, hahaha.... Mudah-mudahan sekelumit trik ini bisa memberi manfaat buat Anda semua.





 

1 komentar:

Terima kasih atas kunjungan Anda. Jangan lupa berkomentar ya......